Nusantara1News – Penggunaan antibiotik tanpa pengawasan dokter menjadi perhatian serius Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof. Dr. Dante Saksono Harbuwono. Ia menekankan bahwa masyarakat tidak boleh membeli antibiotik sendiri tanpa resep dokter.
Kesalahan dalam penggunaan antibiotik dapat menyebabkan resistensi antimikroba. Kondisi ini berpotensi membuat pengobatan infeksi lebih sulit dan menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar.
Resistensi antimikroba terjadi ketika bakteri mengalami perubahan genetik yang membuatnya kebal terhadap obat-obatan. Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan karena dapat menyebabkan infeksi sulit diobati.
Baca Juga : KPU Wacanakan Pilkada Ulang di Daerah dengan Pemenang Kotak Kosong
“Yang membuat resistensi antibiotik itu meluas, karena antibiotik itu dibiarkan untuk dibeli sendiri oleh pasien di apotek. Ini tidak boleh,” ungkapnya pada talkshow kesehatan virtual, Jumat (13/12/2024).
Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dr. Dante Saksono Harbuwono, menegaskan bahwa antibiotik hanya boleh dibeli dengan resep dokter. Langkah ini diperlukan untuk memastikan penggunaan antibiotik yang tepat dan mencegah resistensi antimikroba.
“Kita sudah melakukan aturan bahwa antibiotik itu hanya boleh dibeli dengan resep dokter. Antibiotik tidak boleh dibeli sendiri karena belum tentu dia membutuhkan antibiotik,” tegasnya.
Selain memicu resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak tepat juga dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping ini bisa berupa gangguan pencernaan, reaksi alergi, hingga komplikasi kesehatan yang lebih serius.
Oleh karena itu, penggunaan antibiotik harus dilakukan secara bijak dan sesuai petunjuk dokter untuk menghindari risiko tersebut. Pengawasan ketat dalam penggunaan antibiotik sangat penting demi menjaga kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Dante Saksono Harbuwono menjelaskan bahwa hanya dokter yang memiliki legalitas untuk meresepkan antibiotik. Hal ini memastikan penggunaan obat sesuai dengan indikasi medis dan kebutuhan pasien.
Untuk daerah yang tidak memiliki dokter, pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki layanan diagnosis. Dengan langkah ini, pemberian antibiotik tetap dapat dilakukan secara tepat dan aman sesuai prosedur.
Baca Juga : Indonesia Siap Hentikan Impor Beras, Gula, dan Garam Mulai 2025
“(Pasien) Boleh diberikan life-saving saja sebelum pasiennya dirujuk ke tempat yang lebih bisa melakukan diagnosis. Apakah ini infeksi bakteri atau infeksi yang lainnya.Karena gejalanya kadang-kadang hampir mirip,” jelasnya.
Dengan demikian, setelah diagnosis ditegakkan, pasien dapat menerima pengobatan yang sesuai dengan kondisi medisnya. Hal ini juga memastikan bahwa antibiotik digunakan secara bijak dan efektif untuk menghindari risiko resistensi antimikroba.