breaking news
Home » Walhi, Privatisasi Daratan dan Perairan di Asia Kian Menguat

Walhi, Privatisasi Daratan dan Perairan di Asia Kian Menguat

Bagikan :

Direktur Eksekutif WALHI, Zenzi Suhadi mengatakan sistem kepemilikan komunal terhadap perairan dan daratan menuju ke privatisasi. Ilustrasi ( Sumber CNN Indonesia )

Nusantara1News – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti perubahan signifikan dalam pola kepemilikan lahan di Asia selama tujuh dekade terakhir.

Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, mengungkapkan bahwa sistem kepemilikan komunal atas daratan dan perairan secara bertahap beralih ke privatisasi.

“Dalam 70 tahun terakhir, kepemilikan komunal atas perairan dan daratan mengalami pergeseran yang semakin mengarah pada privatisasi,” ujar Zenzi dalam konferensi pers persiapan Asia Land Forum (ALF), Jumat (14/2) seperti di kutip dari CNN Indonesia.

Baca Juga : Bansos Lebih Efektif! Kemensos Integrasikan Data Perlindungan Sosial

Asia Land Forum (ALF) dijadwalkan berlangsung di Indonesia pada 17-21 Februari mendatang. Acara ini akan dihadiri oleh 500 organisasi dari 15 negara, termasuk sejumlah organisasi yang bernaung di bawah PBB.

Zenzi mengungkapkan bahwa proses privatisasi lahan dan perairan juga berlangsung di Indonesia. Padahal, kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sangat bergantung pada sistem kepemilikan komunal atas wilayah tersebut.

Zqenzi mengungkapkan bahwa di Indonesia, wilayah yang sebelumnya bersifat komunal, seperti perairan, rawa, lahan gambut, serta kawasan pesisir, kini mulai beralih menjadi kepemilikan privat. Kepemilikan ini didominasi oleh kelompok korporasi.

Menurutnya, berbagai permasalahan mendasar yang dihadapi Indonesia saat ini, seperti krisis pangan, lingkungan, dan perumahan, berakar dari kebijakan masa lalu yang memisahkan masyarakat dari sumber daya alam yang menjadi sandaran hidup mereka.

Alih-alih memperbaiki kebijakan tersebut, pemerintah justru terus mendorong privatisasi. Zenzi menyoroti bahwa langkah pemerintah dalam mengatasi krisis pangan justru mengarah pada model produksi berbasis korporasi, seperti program food estate.

“Seyogianya, krisis pangan dan perumahan diatasi dengan memberi rakyat kesempatan menentukan kehidupannya melalui reforma agraria dan kebijakan lainnya,” ujarnya. “Namun, kebijakan saat ini justru mengarahkan pemenuhan kebutuhan pangan kepada produksi yang dikelola korporasi dalam skema food estate,” tambahnya.

Baca Juga : Gotong royong TNI bersama warga perbatasan RI-Malaysia

Dewi Kartika, perwakilan dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), menjelaskan bahwa Asia Land Forum (ALF) akan menjadi wadah bagi berbagai pihak untuk berdiskusi mengenai penataan ulang sistem agraria, pertanahan, dan pengelolaan sumber daya alam.

Ia menekankan bahwa forum ini merupakan momentum penting bagi negara-negara di Asia untuk membahas persoalan mendasar di sektor tersebut. Saat ini, Asia berperan besar dalam memenuhi kebutuhan energi dan tenaga kerja dunia.

“Dalam konteks ini, Asia menghadapi berbagai tantangan serius, termasuk ketimpangan kepemilikan lahan, perampasan tanah, serta meningkatnya konflik agraria,” ujar Dewi.

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *