
Nusantara1News – Di Tokyo, sebuah robot berbasis kecerdasan buatan (AI) baru-baru ini mendemonstrasikan kemampuannya dalam merawat lansia. Robot tersebut dengan hati-hati membungkuk di atas seorang pria yang berbaring telentang, lalu menempatkan satu tangan di lutut dan tangan lainnya di bahu sebelum dengan lembut membalikkan tubuh pria itu ke samping. Gerakan ini meniru teknik yang biasa digunakan untuk mengganti popok atau mencegah luka akibat tekanan pada pasien lansia.
Baca Juga : Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Media Sosial
Robot humanoid seberat 150 kg (330 lb) bernama AIREC ini dikembangkan sebagai prototipe asisten perawatan bagi populasi Jepang yang terus menua, di tengah tantangan besar akibat minimnya tenaga kerja di sektor perawatan lansia, Jum’at ( 28/2) seperti di kutip dari Reuters.
Profesor Shigeki Sugano dari Universitas Waseda, yang memimpin pengembangan AIREC dengan dukungan dana pemerintah, menekankan bahwa dengan populasi yang semakin menua dan tingkat kelahiran yang menurun, Jepang akan semakin bergantung pada robot untuk membantu dalam perawatan medis, perawatan lansia, serta aktivitas sehari-hari.
Jepang sendiri menghadapi tantangan demografis yang serius sebagai negara dengan populasi lansia tertinggi di dunia. Penurunan angka kelahiran, menyusutnya tenaga kerja usia produktif, serta kebijakan imigrasi yang ketat semakin memperkuat urgensi solusi berbasis teknologi dalam sektor perawatan.
Kelompok “baby boomer,” yang lahir dalam lonjakan kelahiran pascaperang antara 1947 hingga 1949, akan mencapai usia 75 tahun atau lebih pada akhir 2024. Hal ini semakin memperburuk krisis kekurangan tenaga perawat lansia di Jepang.
Di sisi lain, angka kelahiran terus menurun selama sembilan tahun berturut-turut. Data dari Kementerian Kesehatan Jepang yang dirilis pada Kamis menunjukkan bahwa jumlah kelahiran pada 2024 turun 5% menjadi 720.988 bayi, angka terendah yang pernah tercatat.
Sektor perawatan lansia sendiri menghadapi tantangan besar dalam merekrut tenaga kerja. Pada Desember lalu, hanya ada satu pelamar untuk setiap 4,25 posisi yang tersedia, jauh lebih rendah dibandingkan rasio keseluruhan pasar tenaga kerja yang sebesar 1,22.
Meskipun pemerintah telah berupaya menarik pekerja asing untuk mengisi kekosongan ini, jumlah tenaga kerja asing di sektor perawatan lansia pada 2023 hanya mencapai sekitar 57.000 orang, atau kurang dari 3% dari total tenaga kerja di bidang tersebut.
Takashi Miyamoto, direktur Zenkoukai, sebuah operator fasilitas perawatan lansia, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi ini. “Kami hampir tidak bisa bertahan, dan dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, situasinya akan semakin parah,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa pemanfaatan teknologi adalah solusi terbaik untuk menghadapi tantangan ini.
Zenkoukai telah berupaya mengadopsi teknologi canggih dalam layanan perawatan lansia, meskipun sejauh ini penggunaan robot masih terbatas.
Di salah satu fasilitas di Tokyo, sebuah robot kecil berukuran boneka dengan mata menyerupai serangga membantu perawat dengan menyanyikan lagu-lagu pop dan memandu penghuni panti dalam sesi latihan peregangan sederhana. Sementara itu, perawat manusia dapat fokus menyelesaikan tugas-tugas perawatan yang lebih mendesak.
Salah satu inovasi teknologi yang paling efektif saat ini adalah sensor tidur yang diletakkan di bawah kasur penghuni. Sensor ini memungkinkan pemantauan kondisi tidur secara real-time, sehingga mengurangi kebutuhan tenaga perawat untuk melakukan pengecekan langsung di malam hari.
Meski robot humanoid seperti Optimus dari Tesla sedang dikembangkan untuk masa depan, Profesor Shigeki Sugano menekankan bahwa robot yang dapat berinteraksi secara fisik dengan manusia secara aman masih membutuhkan tingkat presisi dan kecerdasan yang lebih tinggi.
“Robot humanoid sedang dikembangkan di berbagai belahan dunia, tetapi jarang ada yang benar-benar bersentuhan langsung dengan manusia. Sebagian besar masih terbatas pada tugas rumah tangga atau pekerjaan di lingkungan industri,” ujar Sugano, yang juga menjabat sebagai presiden Masyarakat Robotika Jepang.
“Saat manusia terlibat dalam interaksi dengan robot, muncul tantangan seperti faktor keamanan dan bagaimana mengoordinasikan gerakan robot agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu,” ujar Profesor Shigeki Sugano.
Robot AIREC yang dikembangkan oleh tim Sugano memiliki berbagai kemampuan, seperti membantu seseorang duduk, mengenakan kaus kaki, memasak telur orak-arik, melipat pakaian, serta melakukan beberapa tugas rumah tangga lainnya.
Meski begitu, Sugano memperkirakan bahwa AIREC baru akan siap digunakan di fasilitas perawatan dan medis sekitar tahun 2030. Selain itu, harga awalnya diperkirakan cukup tinggi, sekitar 10 juta yen ($67.000).
Takaki Ito, seorang tenaga perawat di fasilitas Zenkoukai, optimistis terhadap perkembangan keperawatan berbasis robot.
“Jika ada robot yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan yang mampu memahami kondisi dan karakter setiap individu yang dirawat, mungkin di masa depan mereka bisa langsung memberikan layanan perawatan,” ujarnya.
Baca Juga : Kemenkominfo kembangkan tata kelola AI
Namun, Ito menambahkan bahwa robot masih memiliki keterbatasan dalam memahami keseluruhan aspek perawatan lansia. “Saya membayangkan masa depan di mana robot dan manusia bekerja sama untuk meningkatkan kualitas layanan perawatan,” katanya.