
Nusantara1News – Kepolisian Daerah Jawa Barat resmi membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran berinisial PAP (31). Langkah ini diambil untuk memberikan ruang aman bagi korban lain yang hingga kini belum melaporkan kasusnya.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan menyampaikan bahwa posko ini dibuka menyusul munculnya informasi dari media sosial terkait dugaan korban lain yang belum angkat bicara.
Baca Juga : Pemerintah RI Mau Batasi Anak Main Medsos
“Kami telah membuka layanan untuk laporan yang lainnya mungkin kasusnya sama, tetapi waktunya berbeda,” kata Hendra kepada media, Kamis (10/4) seperti yang dikutip dari laman Media Indonesia.
Ia menambahkan, pihak kepolisian membuka kesempatan bagi siapa pun yang merasa menjadi korban agar dapat melapor secara aman dan mendapat pendampingan dari aparat. “Kami berikan kesempatan untuk melaporkan diri kepada kami, mungkin karena malu atau mungkin karena sesuatu hal, kita tunggu,” ujarnya.
Kasus dugaan pemerkosaan ini mencuat setelah PAP diduga memperkosa seorang perempuan berinisial FH (21) dalam keadaan tidak sadar akibat pengaruh cairan bius. Peristiwa itu terjadi di Gedung MCHC Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada 18 Maret 2025 lalu.
Menurut hasil penyelidikan, pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa pendampingan keluarga. Sekitar pukul 01.00 WIB, korban dibawa ke ruang perawatan nomor 711 dan diminta mengenakan pakaian operasi. “Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025. Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin). Di ruang nomor 711 sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian,” kata Hendra.
Baca Juga : Pemerintah RI Mau Batasi Anak Main Medsos
Lebih lanjut, PAP disebut menyuntikkan cairan bius ke tubuh korban melalui infus setelah menusukkan jarum hingga 15 kali ke tangan korban. Akibatnya, korban merasa pusing dan tak sadarkan diri.
Kondisi mengenaskan ini terjadi saat korban FH sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis di rumah sakit. PAP, yang saat itu bertugas, justru meminta korban melakukan transfusi darah seorang diri tanpa keluarga.
“Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya yang terkena air,” ungkap Hendra.
Polda Jabar terus mendalami kasus ini dan mengimbau masyarakat yang memiliki informasi atau pernah menjadi korban untuk tidak ragu datang ke posko pengaduan.