
Nusantara1News – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat budaya literasi bangsa melalui peluncuran sembilan buku bertema “Kearifan Lokal untuk Warisan Masa Depan”, hasil dari program Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN).
Baca Juga : 7 Gaya Penipuan Terbaru Sedot Rekening, dari Kode QR hingga Undangan
Buku-buku ini lahir dari tangan para penulis lokal, pelajar, hingga pustakawan dari sembilan wilayah berbeda di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Kalimantan. Judul-judul yang diangkat pun sarat dengan muatan lokal, seperti Cerita yang Menyatukan dari Forum TBM, Pesona Jawa Timur, hingga Menjaga Warisan, Merawat Identitas dari tanah Aceh. Seluruh karya tersebut kini bisa diakses secara digital melalui press.perpusnas.go.id.
Sekretaris Utama Perpusnas, Joko Santoso, menekankan pentingnya peran menulis dalam membangun ekosistem literasi. “Penulis menjadi penggerak utama dalam menciptakan diskusi yang reflektif dan kritis, memperluas wawasan dan membangun budaya literasi,” ujarnya saat peluncuran ILPN 2024 sekaligus pembukaan ILPN 2025, Senin (16/6/2025) dilansir dari Media Indonesia .
Lebih jauh, Joko menyebut ILPN dirancang sebagai solusi strategis untuk meningkatkan jumlah dan kualitas penulis di tanah air. Program ini menghadirkan pelatihan menulis intensif, pendampingan oleh penulis berpengalaman, serta pemanfaatan teknologi digital dalam proses kreatif.
“Melalui pendekatan terintegrasi ini, kami berharap dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi penulis baru untuk berkembang, dan menciptakan ekosistem literasi yang berkelanjutan,” jelasnya.
Tahun ini, ILPN 2025 mengangkat tema “Menulis Demi Generasi Literat”, dengan fokus utama pada dokumentasi upaya literasi di empat kota: Medan, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. “Saya berharap muncul penulis-penulis baru yang memberikan inspirasi di tengah masyarakat,” tambah Joko.
Sementara itu, dalam seminar bertema “Redefinisi Kepustakawanan Indonesia”, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas, Edi Wiyono, menekankan pentingnya transformasi peran pustakawan.
“Saat ini pustakawan tidak cukup hanya mengelola koleksi. Kita harus hadir sebagai penyaring dan penyampai pengetahuan yang valid,” tegas Edi. Ia juga memperkenalkan konsep Trisula Pustakawan sebagai penjaga, pencipta, dan penyebar pengetahuan.
Pernyataan Edi sejalan dengan pemaparan akademisi Lydia Christiani dari Universitas Diponegoro. Ia menilai bahwa profesi pustakawan harus dijalankan secara seimbang antara kemampuan teknis (hard skill) dan kepekaan sosial (soft skill). “Pustakawan tidak hanya bekerja dengan katalog dan sistem digital. Mereka adalah fasilitator informasi dan penjaga nalar publik,” tegas Lydia.
Baca Juga : 7 Gaya Penipuan Terbaru Sedot Rekening, dari Kode QR hingga Undangan
Senada, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Rusdan Kamil, menyoroti pentingnya refleksi profesi lewat buku Cerita tentang Pustakawan dan Kepustakawanan (CPTK) karya Blasius Sudarsono. Menurutnya, karya ini relevan bagi generasi muda, khususnya generasi Z yang sedang mempertanyakan masa depan profesinya.
“CPTK bukan hanya cerita. Ia adalah ajakan untuk merenung, bertanya, dan membangun komitmen pribadi terhadap profesi ini,” pungkas Rusdan.