
Nusantara1News – Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa Indonesia siap memainkan peran utama dalam transformasi digital kawasan Asia melalui pengembangan kecerdasan buatan (AI) yang beretika, inklusif, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Pernyataan ini disampaikannya dalam pidato pada Asia Economic Summit yang digelar di Jakarta, Kamis (26/6) dikutip dari Komdigi.go.id.
Dalam pandangannya, AI bukan lagi sekadar inovasi masa depan, melainkan telah menjadi motor utama perubahan di berbagai sektor kehidupan. Dengan strategi yang tepat dan tata kelola yang kuat, Meutya meyakini Indonesia berpotensi menjadi kekuatan digital terdepan di Asia.
Baca Juga : Tanpa Perlu Visa, 4 Negara Eropa Ini Siap Terima Warga Indonesia
“Indonesia tak hanya harus mengikuti perkembangan, tetapi juga menjadi pengarah dalam perjalanan transformasi digital di kawasan ini,” ujarnya.
Didukung oleh tingginya adopsi teknologi dan besarnya jumlah penduduk, Meutya melihat posisi Indonesia sangat strategis. Laporan McKinsey mencatat bahwa 92 persen tenaga kerja terampil di Indonesia telah mengadopsi generative AI—angka yang melampaui rata-rata global (75%) maupun Asia Pasifik (80%).
“Pertumbuhan pesat ini menunjukkan potensi luar biasa. Dengan investasi berkelanjutan dan penguatan kapasitas talenta lokal, AI bisa menjadi pilar penting dalam menciptakan inovasi digital, mempercepat layanan publik, dan mendorong kemajuan industri nasional,” jelas Meutya.
Untuk mengarahkan perkembangan AI secara terstruktur, pemerintah tengah merumuskan Peta Jalan Nasional AI. Dokumen ini sedang dikembangkan bersama 39 kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya, dan akan menjadi acuan resmi dalam membentuk ekosistem AI nasional yang bertanggung jawab.
“White paper yang kini disusun menjadi dasar rujukan penting. Penyusunannya melibatkan sektor akademik, pelaku industri, pemerintah, dan masyarakat sipil agar tercipta tata kelola AI yang adil dan transparan,” terangnya.
Meutya juga menekankan pentingnya sinergi antara dunia usaha, akademisi, dan pemerintah dalam memastikan pengembangan AI berjalan merata dan berkelanjutan, serta membawa manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Baca Juga : Tanpa Perlu Visa, 4 Negara Eropa Ini Siap Terima Warga Indonesia
“Pengelolaan AI harus dilandasi prinsip etika dan kepercayaan. AI adalah refleksi dari nilai-nilai kemanusiaan, sehingga penggunaannya harus mengedepankan keterbukaan dan partisipasi publik,” tutupnya.