breaking news
Home » Pemerintah Klarifikasi Tuduhan Uni Eropa Terkait Deforestasi di Indonesia

Pemerintah Klarifikasi Tuduhan Uni Eropa Terkait Deforestasi di Indonesia

Bagikan :

Pekerja mengangkut kelapa sawit ke dalam jip di perkebunan sawit di kawasan Candali Bogor. ( Sumber CNBC Indonesia )

Nusantara1News – Sejumlah pelaku industri kelapa sawit berkumpul di Medan, Sumatera Utara, untuk membahas dampak regulasi terbaru Uni Eropa yang menolak produk sawit dengan alasan merusak lingkungan. Namun, bagaimana fakta sebenarnya?

Aturan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) melarang impor produk yang dianggap terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan. Beberapa komoditas yang terdampak termasuk kelapa sawit, kakao, kopi, dan karet yang merupakan ekspor unggulan Indonesia.

Baca Juga : 100 Hari Presiden Prabowo Subianto, Tingkat Kepuasan Capai 80,9% Jubir Kementrans Sebut Pemimpin Dekat dengan Rakyat

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, menyoroti tuduhan Uni Eropa terhadap deforestasi di Indonesia yang dinilai tidak berdasar. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi memberikan dampak serius terhadap keberlanjutan ekspor Indonesia ke pasar Eropa.

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, mengungkapkan bahwa teknologi satelit yang digunakan Uni Eropa dalam mendeteksi deforestasi di Indonesia tidak selalu akurat. Salah satu contohnya, Uni Eropa pernah mengklaim bahwa wilayah terdampak deforestasi mencakup area yang sebenarnya bukan hutan, seperti kawasan Bandara Soekarno-Hatta.

Dalam seminar internasional bertema deforestasi dan industri agrikultur yang diselenggarakan di Medan, Sumatera Utara, Rabu (19/2) seperti di kutip dari CNBC Indonesia, Arif juga menyebutkan kasus lain di mana Uni Eropa menganggap suatu wilayah di Sumatera sebagai hutan tropis, padahal kenyataannya area tersebut merupakan perkebunan pisang.

Menanggapi hal ini, Arif menegaskan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen penuh terhadap keberlanjutan di sektor pertanian dan perkebunan. Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, kampanye keberlanjutan Indonesia masih kurang mendapat perhatian di tingkat global.

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, menegaskan bahwa konsep keberlanjutan bukan hanya milik Eropa. Ia menyoroti bahwa Indonesia telah berupaya menerapkan praktik berkelanjutan, tetapi kurang efektif dalam menyampaikan narasi ini ke dunia internasional.

Kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) dijadwalkan mulai berlaku pada Desember 2025. Sebagai respons, Indonesia telah mengirimkan surat protes resmi kepada Uni Eropa. Namun, menurut Arif, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nasib kebijakan ini, termasuk penolakan dari Amerika Serikat serta kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.

“Sambil menunggu perkembangan terkait EUDR, Indonesia harus terus memperkuat kampanye yang lebih strategis, khususnya terkait industri sawit,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Rumah Sawit Indonesia, Kacuk Sumarto, mendesak pemerintah untuk menyiapkan langkah antisipatif jika EUDR benar-benar diberlakukan. Menurutnya, Indonesia perlu mencari alternatif pasar di luar Uni Eropa agar ekspor minyak sawit tetap berjalan.

Baca Juga : Presiden Prabowo Sambut Hangat PM Jepang di Istana Bogor

Selain itu, Kacuk juga menyoroti ketidakjelasan regulasi di dalam negeri terkait penetapan kawasan hutan. Ia mengkritik bahwa meskipun pelaku industri sawit dan petani telah berkomitmen terhadap prinsip keberlanjutan, kebijakan pemerintah sering kali kontradiktif dengan menuduh perkebunan sawit sebagai penyebab deforestasi.

“Hal ini justru semakin mempersulit minyak sawit Indonesia untuk masuk ke pasar Eropa. Jika pemerintah sendiri mengklaim ada perkebunan sawit di kawasan hutan, maka pihak Eropa akan menggunakan pernyataan tersebut untuk membenarkan kebijakan mereka,” tegasnya.

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *