Nusantara1News – Angin kencang yang melanda Sumedang-Bangung pada Rabu (21/2/2024) sekitar pukul 16.30 WIB disebut sebut sebagai badai Tornado.
Hal tersebut diungkap pakar Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastian lewat cuitan akun Twitternya.
“Jadi bagaimana, kalian sudah percaya sekarang kalau badai tornado bisa terjadi di Indonesia? KAMAJAYA sudah memprediksi “extreme event” 21 Februari 2023,” terang Erma Yulihastin, Rabu (21/2/2024) dikutip dari CNNIndonesia.
Erma menjelaskan, penampakan bencana melalui foto foto dan video yang banyak diunggah masyarakat membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yg tercatat sebagai tornado pertama ini
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jawa Barat, dua bencana angin puting beliung terjadi di Sumedang-Bandung, Rabu (21/2).
Pertama, di Kecamatan Jatinagor, Sumedang, sekitar jam 16.00 WIB. Kedua, di Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, pada sore hari.
Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Jabar juga mengungkap angin puting beliung itu berdampak terhadap warga di perbatasan Kabupaten Sumedang-Kabupaten Bandung, yakni mulai dari Jatinangor, Rancaekek, hingga Cicalengka.
Erma menyinggung durasi bencana tersebut yang berlangsung lama, beda dengan kebiasaan puting beliung di Indonesia.
Selain itu juga durasi. Dalam kasus puting beliung yg biasa terjadi di Indonesia, hanya sekitar 5-10 menit itu pun sudah sangat lama. Hanya ada satu kasus yg tidak biasa ketika puting beliung terjadi dalam durasi 20 menit di Cimenyan pada 2021,” tuturnya.
Meski begitu, Erma belum menyediakan data kecepatan angin dan diameter maupun pemicu tornado tersebut.
“Kami tim periset dari BRIN secepatnya akan melakukan rekonstruksi dan investigasi tornado Rancaekek pada hari ini (21/2),” ungkap Erma.
“Efek tornado: beda dg puting beliung, tornado punya skala kekuatan angin lebih tinggi dan radius lebih luas. Angin tornado minimal kecepatan angin mencapai 70 km/jam. Dalam kajian kami di BRIN, angin puting beliung terkuat: 56 km/jam. Sudah pernah lihat film Twister 1996?”
Analisis sementara BMKG Jabar mengungkap sejumlah penyebab utama fenomena ini.
Pertama, suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia relatif hangat, yang mendukung penambahan suplai uap air ke wilayah Indonesia, termasuk wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. Hal ini selaras dengan kelembapan udara di lapisan 850-500 mb yang relatif basah, yakni antara 45-95 persen.
Kedua, keberadaan sirkulasi siklonik di Samudera Hindia barat Pulau Sumatra yang mengakibatkan terbentuknya area netral poin dengan area pertemuan dan perlambatan angin (konvergensi) serta belokan angin (shearline) berada di sekitar wilayah Jawa Barat.
Kondisi ini, kata BMKG Jabar, mampu meningkatkan pertumbuhan awan di sekitar wilayah konvergensi dan belokan angin tersebut.
Ketiga, indeks labilitas berada pada kategori labil sedang hingga tinggi di sebagian wilayah Jawa Barat berpotensi meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan konvektif pada skala lokal.
BMKG, dikutip dari situsnya, mengungkap puting beliung serta tornado, dan juga siklon hingga water spout, sama-sama merupakan pusaran atmosfer. Bedanya ada pada ukuran.
“Ukuran diameter tornado, puting beliung dan water spout sama-sama berkisar pada ratusan meter, sedangkan ukuran diameter siklon dapat mencapai ratusan kilometer,” kata lembaga.
Khusus tornado, BMKG menyebut diameternya bisa mencapai ratusan meter dengan durasi 3 menit hingga lebih dari satu jam.
“Puting beliung merupakan sebutan lokal untuk tornado skala kecil yang terjadi di Indonesia, dan water spout merupakan tornado yang terjadi di atas perairan, (dapat berupa danau maupun laut),” lanjut BMKG.
Editor : Nusantara1News