
Nusantara1News – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginstruksikan perbankan untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko dan tata kelola dalam penyaluran kredit melalui platform financial technology peer-to-peer lending (fintech P2P lending). Meskipun demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa masalah yang dialami sejumlah fintech belum berdampak signifikan pada peningkatan kredit bermasalah (NPL) di sektor perbankan.
Baca Juga : Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Media Sosial
Dian menjelaskan bahwa OJK telah meminta bank-bank untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap seluruh kerja sama dengan fintech P2P lending. Hal ini mencakup evaluasi kinerja dan kelayakan mitra fintech, serta penguatan mekanisme pengawasan dalam proses penyaluran kredit melalui platform tersebut.
“Jika ditemukan kenaikan NPL yang signifikan, bank diminta untuk menghentikan sementara penyaluran kredit melalui fintech P2P lending dan mengevaluasi model bisnis kerja sama dengan perusahaan terkait,” ujar Dian dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu (22/2) seperti di kutip dari CNBC Indonesia.
Di sisi lain, data menunjukkan bahwa outstanding pembiayaan P2P lending pada Desember 2024 mencapai Rp77,07 triliun, mengalami peningkatan dibandingkan November 2024 yang sebesar Rp75,60 triliun. Sumber pendanaan dari perbankan masih mendominasi penyaluran pembiayaan P2P lending dengan porsi 60% pada Desember 2024, naik dari 59% pada bulan sebelumnya. Bank digital tercatat sebagai penyumbang utama pendanaan ini.
“OJK akan terus memonitor rencana dan realisasi penyaluran kredit ke fintech P2P lending pada tahun 2025 untuk memastikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) tetap diterapkan guna memitigasi risiko kredit,” tambah Dian.
Baca Juga : Kemenkominfo kembangkan tata kelola AI
Sebagai informasi, hingga Desember 2024, rasio NPL gross industri perbankan berada di angka 2,19%, sementara NPL net tercatat sebesar 0,75%.