
Nusantara1News – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa decentralized finance (DeFi), sebuah ekosistem aplikasi keuangan berbasis teknologi blockchain yang beroperasi tanpa memerlukan peran otoritas pusat seperti bank atau lembaga keuangan lainnya, memiliki potensi besar untuk memperluas akses keuangan masyarakat.
“DeFi dipandang OJK sebagai tantangan sekaligus peluang dalam ekosistem keuangan. Teknologi berbasis blockchain yang menjadi dasar operasional DeFi dapat mendorong peningkatan inklusi keuangan, transparansi, serta efisiensi,” ujar Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, dalam pernyataan di Jakarta pada Senin (27/1) seperti di kutip dari Antaranews.
Baca Juga : Gotong Royong Kementan dan Bulog Percepat Swasembada Pangan Nasional
Dian menambahkan bahwa penerapan DeFi di Indonesia memiliki potensi untuk berkembang pesat, terutama bagi masyarakat yang saat ini belum terjangkau oleh layanan perbankan formal, serta bagi mereka yang ingin memanfaatkan peluang dan manfaat lain dari sistem ini.
Merujuk hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, tingkat inklusi keuangan di Indonesia saat ini mencapai 75,02 persen, sementara indeks literasi keuangan berada pada angka 65,43 persen.
Di sisi lain, melalui Blueprint Payment System 2024-2045, Bank Indonesia (BI) menargetkan untuk mengintegrasikan 91,3 juta masyarakat yang belum memiliki akses ke layanan perbankan (unbanked) serta 92,9 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ke dalam sistem ekonomi dan keuangan formal melalui proses digitalisasi yang berkelanjutan.
Dian menjelaskan bahwa kemunculan DeFi didorong oleh manfaat serta keunggulan teknologi blockchain, yang mampu meningkatkan efisiensi, fleksibilitas, transparansi, dan kemudahan akses terhadap berbagai layanan keuangan.
Meski begitu, karakteristik DeFi yang terdesentralisasi, tanpa batas geografis, dan anonim juga membawa sejumlah risiko, seperti potensi pencucian uang, pendanaan terorisme, fluktuasi pasar yang tinggi, serta tantangan dalam melindungi konsumen. Selain itu, penggunaan layanan pinjaman berbasis DeFi di Indonesia saat ini masih terbatas dalam hal penerapannya.
OJK berkomitmen untuk terus memantau perkembangan DeFi, khususnya dalam kaitannya dengan sektor perbankan, sekaligus mengkaji bagaimana teknologi ini dapat memengaruhi atau bahkan menggeser peran lembaga perbankan yang sudah ada.
Meskipun transaksi berbasis teknologi blockchain mulai tumbuh, penggunaannya di Indonesia masih didominasi oleh sektor investasi, terutama dalam bentuk aset kripto. Sementara itu, sektor lain seperti pembayaran dan pinjaman berbasis blockchain belum banyak diterima, mengingat cryptocurrency tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sesuai dengan konstitusi Indonesia.
Mayoritas masyarakat Indonesia masih mengandalkan sistem keuangan tradisional berbasis fiat. Oleh karena itu, OJK saat ini memprioritaskan pengkajian dampak dan risiko DeFi serta secara bertahap mempersiapkan langkah-langkah regulasi yang dibutuhkan. OJK juga menyoroti pentingnya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang teknologi blockchain dan cara bertransaksi dalam ekosistem DeFi.
Dian Ediana Rae mengungkapkan bahwa teknologi blockchain kini telah menjadi bagian penting dari inovasi yang dilakukan oleh perbankan dalam menerapkan teknologi-teknologi baru untuk mendukung aktivitas bisnis di era digital. Untuk mempercepat transformasi digital sektor perbankan, OJK telah menerbitkan berbagai kebijakan seperti Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Buku Panduan Resiliensi Digital, dan beberapa regulasi, termasuk POJK Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Baca Juga : Pemerintah RI Mau Batasi Anak Main Medsos
Selain itu, terdapat SEOJK Nomor 29 Tahun 2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber bagi Bank Umum, serta SEOJK Nomor 24 Tahun 2023 tentang Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank Umum. Ke depannya, OJK juga akan merilis pedoman tata kelola kecerdasan buatan (AI) di sektor perbankan.
OJK kini juga tengah mempersiapkan pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan aset digital dan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK. Berbagai langkah telah dilakukan, seperti koordinasi dengan Bappebti, penyusunan regulasi terkait perdagangan aset kripto, pengembangan infrastruktur sistem informasi, penyusunan panduan transisi dan pedoman pengawasan, serta kolaborasi dengan pemangku kepentingan untuk memperkuat pengawasan terhadap aset keuangan digital dan aset kripto.