breaking news
Home » Migran yang Ditahan di Texas Cemas Dideportasi ke Penjara El Salvador yang Kejam

Migran yang Ditahan di Texas Cemas Dideportasi ke Penjara El Salvador yang Kejam

Bagikan :

A drone view of detainees forming the letters SOS with their bodies in the courtyard at the Bluebonnet Detention Facility, where Venezuelans at the center of a U.S. Supreme Court ruling are held, in Anson, Texas, U.S. (sumber Reuters)

Nusantara1News – Para migran yang ditahan di fasilitas imigrasi Bluebonnet, Anson, Texas, menyuarakan keresahan mereka minggu ini dengan membentuk tulisan “S-O-S” di tanah lapang pusat tahanan tersebut, terekam oleh drone dikutip dari Reuters pada hari Senin (29/4).

Baca Juga : 100 Hari Presiden Prabowo Subianto, Tingkat Kepuasan Capai 80,9% Jubir Kementrans Sebut Pemimpin Dekat dengan Rakyat

Aksi ini terjadi sepuluh hari setelah sekelompok migran asal Venezuela menerima tuduhan dari petugas imigrasi yang mengaitkan mereka dengan kelompok kriminal Tren de Aragua. Mereka diberitahu bahwa deportasi bisa dilakukan menggunakan dasar hukum masa perang, menurut dokumen resmi, rekaman panggilan video, dan informasi dari pengadilan yang dilihat Reuters.

Keluarga dari tujuh tahanan yang diwawancarai menyatakan bahwa para migran tersebut bukan bagian dari geng manapun dan menolak menandatangani dokumen deportasi.

Meski demikian, pada Jumat 18 April, mereka dinaikkan ke bus menuju Bandara Regional Abilene, menurut keterangan dari ACLU dan anggota keluarga. Namun, keberangkatan dibatalkan dan bus kembali ke pusat penahanan.

Pada malam hari, Mahkamah Agung Amerika Serikat mengeluarkan putusan sementara yang menghentikan proses deportasi sekelompok migran Venezuela. Departemen Keamanan Dalam Negeri memilih untuk tidak memberikan pernyataan terkait keputusan tersebut.

Keputusan ini memberi napas bagi para tahanan Venezuela yang berada di pusat detensi Bluebonnet. Meski demikian, mereka masih terancam dikirim ke CECOT—penjara berkeamanan super ketat di El Salvador yang dikenal luas, dan telah menampung setidaknya 137 warga Venezuela berdasarkan penerapan Undang-Undang Musuh Asing tahun 1798 pada masa pemerintahan Trump—jika Mahkamah mencabut blokade tersebut.

Bluebonnet, terletak sekitar 322 kilometer barat Dallas, dikelola oleh perusahaan swasta Management and Training Corporation dengan kontrak dari ICE (Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai). Sesuai dengan namanya yang terinspirasi dari bunga negara bagian Texas, fasilitas ini rata-rata menampung 846 orang per hari selama tahun fiskal 2025, menurut data ICE.

Karena tidak diberikan izin untuk masuk ke fasilitas tersebut, Reuters menggunakan pesawat kecil dan drone pada 28 April lalu untuk merekam kondisi dari udara. Beberapa tahanan tampak mengenakan seragam merah enanda bagi tahanan yang dikategorikan berisiko tinggi.

Reuters berhasil mengambil gambar Diover Millan (24) saat ia berjalan bersama empat pria lain di halaman pusat detensi Bluebonnet. Seorang warga Venezuela lainnya, Jeferson Escalona (19), juga tampak sedang bermain sepak bola. Identitas ketiganya dikonfirmasi setelah foto mereka ditunjukkan kepada anggota keluarga masing-masing.

Menurut pejabat tinggi di Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), Millan dipindahkan ke Bluebonnet pada pertengahan April dari pusat penahanan Stewart di Lumpkin, Georgia, setelah ditangkap oleh otoritas imigrasi di wilayah pinggiran Atlanta pada 12 Maret. Meski pernah bekerja di sektor konstruksi dan tidak ditemukan catatan kriminalnya, pejabat DHS mengklaim Millan merupakan anggota “terdokumentasi” dari geng Tren de Aragua, tanpa menyertakan bukti.

Escalona, menurut DHS, ditahan oleh ICE pada Januari 2025 setelah sempat ditangkap polisi Texas karena mencoba melarikan diri dalam sebuah kendaraan. Setelah sempat dipindahkan dari fasilitas migrasi AS di Guantanamo, ia kemudian dikirim ke Bluebonnet pada Februari. Pejabat DHS mengklaim Escalona secara sukarela mengaku sebagai bagian dari Tren de Aragua, namun lagi-lagi tanpa bukti.

Dalam percakapan telepon dengan Reuters dari dalam pusat penahanan, Escalona membantah seluruh tuduhan tersebut. Ia mengatakan dirinya adalah mantan polisi di Venezuela dan sama sekali tidak terlibat dengan geng manapun. Ia menduga otoritas AS keliru menafsirkan gestur tangan di beberapa foto dalam ponselnya, yang menurutnya adalah ekspresi umum di negaranya.

“Mereka salah menuduh saya,” ujar Escalona. “Saya bukan anggota geng.”

Jeferson Escalona mengaku telah mengajukan permohonan untuk kembali secara sukarela ke Venezuela, namun permintaan itu ditolak oleh pihak berwenang.

“Aku merasa tidak aman di sini,” ujarnya. “Aku ingin pulang ke Venezuela.”

Selama beberapa tahun terakhir, ratusan ribu warga Venezuela melintasi perbatasan ke Amerika Serikat demi menghindari krisis ekonomi yang parah dan kebijakan represif yang dijalankan oleh pemerintahan Nicolas Maduro, menurut para pengkritiknya.

Saat pemerintahan Joe Biden menjabat, sebagian besar migran Venezuela diberi status perlindungan kemanusiaan sementara. Namun, perlindungan tersebut kini tengah dipertanyakan oleh pemerintahan Trump.

“Ia Sudah Sangat Tertekan”

Sejak rencana deportasi mereka dibatalkan, para tahanan Venezuela di pusat detensi semakin tidak tenang, menurut kesaksian keluarga mereka.

Di asrama tempat Diover Millan ditempatkan, ia bersama tahanan lainnya bergantian berjaga dan tidur agar dapat memperingatkan satu sama lain jika petugas imigrasi datang untuk menjemput mereka, ungkap istrinya, yang meminta namanya tidak disebut karena takut akan dampaknya terhadap keselamatan mereka.

Suatu hari minggu lalu, ia mengatakan kepada istrinya bahwa para penghuni asrama menolak keluar ke halaman karena takut tiba-tiba dipindahkan ke dalam bus dan dikirim ke El Salvador.

“Dia benar-benar kelelahan secara mental,” ujar istrinya. “Dia bilang saat duduk di lapangan, dia menatap langit dan berdoa agar Tuhan segera membebaskannya dari tempat itu.”

Dalam panggilan video terakhir mereka, Millan juga mengeluhkan minimnya pasokan makanan di pusat penahanan. Ia memilih tidur lebih lama agar bisa menahan rasa lapar, kata sang istri sebuah kondisi yang juga diceritakan oleh keluarga tahanan lainnya.

Pihak Management and Training Corporation, selaku pengelola pusat detensi Bluebonnet, menyatakan bahwa seluruh tahanan di fasilitas tersebut menerima makanan yang telah dirancang oleh ahli gizi bersertifikat, dengan tujuan memastikan kebutuhan kalori harian terpenuhi.

Dalam keterangan terpisah, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) menyebutkan bahwa mereka menerapkan berbagai pendekatan untuk mengatur jumlah tahanan, sambil tetap menjaga kepatuhan terhadap standar federal serta komitmen terhadap perlakuan yang bermartabat.

Pada Sabtu, 26 April, seorang pejabat imigrasi dilaporkan mendatangi asrama tempat Escalona ditahan. Dalam rekaman audio yang diperoleh Reuters, pejabat tersebut menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para tahanan yang terdengar cemas dan gelisah. Mereka mempertanyakan alasan di balik rencana pemindahan ke El Salvador dan nasib proses hukum mereka di pengadilan imigrasi.

Dalam penjelasannya, pejabat tersebut menyatakan bahwa pemerintah AS berusaha memindahkan para tahanan tersebut menggunakan dasar hukum dari Undang-Undang Musuh Asing, yang menurutnya berbeda dari jalur pengadilan imigrasi biasa.

“Kalau seseorang dideportasi berdasarkan Undang-Undang Musuh Asing, maka sidang imigrasi tidak lagi berlaku—mereka tidak akan mendapatkan tanggal pengadilan,” ujar pejabat itu dalam bahasa Inggris, yang kemudian diterjemahkan kepada para tahanan.

Beberapa dari mereka mempertanyakan keadilan di balik klasifikasi sebagai “musuh asing,” terutama karena mereka bukan anggota geng dan tidak memiliki catatan kriminal.

Dalam rekaman yang diperoleh Reuters, seorang pria mempertanyakan alasan dirinya akan dipindahkan ke El Salvador meskipun tidak memiliki riwayat kriminal di tiga negara yang pernah ia tinggali. Identitas pria tersebut belum dapat dikonfirmasi.

Menanggapi hal itu, pejabat imigrasi yang hadir menjelaskan bahwa dirinya tidak terlibat langsung dalam proses pengumpulan informasi intelijen.

Sementara itu, beberapa tahanan menjalani sidang imigrasi mereka minggu lalu, sementara para aktivis dan pendamping hukum berupaya keras mencarikan pengacara bagi mereka.

Baca Juga : 100 Hari Presiden Prabowo Subianto, Tingkat Kepuasan Capai 80,9% Jubir Kementrans Sebut Pemimpin Dekat dengan Rakyat

Diover Millan, salah satu tahanan, diketahui tengah menunggu proses kasus suaka yang masih berlangsung. Sidang berikutnya dijadwalkan berlangsung pada 1 Mei, kecuali jika ia terlebih dahulu dideportasi ke El Salvador sebelum tanggal tersebut.

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *