
Nusantara1News – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengumumkan bahwa istilah ‘zonasi’ dan ‘ujian’ tidak akan lagi digunakan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Sebagai gantinya, mekanisme baru tengah dipersiapkan untuk menggantikan kedua istilah tersebut.
“Kami tidak akan menggunakan kata ‘ujian’ lagi. Tidak akan ada lagi istilah ujian,” ujar Abdul Mu’ti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/1) seperti di kutip dari CNN Indonesia.
Baca Juga : Integrasi Nilai Budaya dalam Pendidikan, Kemenbud Dorong Karakter Bangsa
Hal serupa juga berlaku untuk sistem zonasi, yang akan digantikan dengan istilah baru yang sedang dirancang.
“Sebagai gambaran awal, istilah zonasi tidak akan digunakan lagi dan akan digantikan dengan istilah baru. Soal istilah pengganti, tunggu sampai resmi diumumkan,” ujar Abdul Mu’ti.
Ia juga menyebutkan bahwa konsep untuk menggantikan ujian sudah rampung dan akan diumumkan dalam waktu dekat.
Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa informasi terkait kebijakan baru dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan diumumkan setelah peraturan resmi diterbitkan. Ia berharap proses ini tidak memakan waktu hingga setelah Idul Fitri.
“Tunggu peraturan PPDB keluar, semoga tidak perlu menunggu sampai selesai Idul Fitri,” ucapnya.
Mengenai PPDB tahun 2025, ia menjelaskan bahwa keputusan akhir akan ditentukan dalam sidang kabinet. Abdul Mu’ti menyebut kajian terkait kebijakan ini telah diserahkan kepada Presiden melalui Sekretaris Kabinet. “Kami menunggu arahan dan keputusan dari Presiden,” katanya.
Diskusi soal Ujian Nasional (UN) dan sistem zonasi kembali mengemuka. Beberapa pihak mengusulkan agar UN diberlakukan kembali sebagai tolak ukur kualitas lulusan pendidikan dasar, setelah sebelumnya dihapus pada masa Menteri Nadiem Makarim.
Baca Juga : Menteri PPPA Dorong pengurangan Tugas Sekolah Berbasis Gadget
Sementara itu, sistem zonasi yang mengutamakan kedekatan jarak rumah siswa ke sekolah mendapat dorongan dari sejumlah pihak untuk dihapus. Sistem ini bertujuan menghilangkan stigma sekolah favorit, tetapi penerapannya kerap mendapat kritik.
Banyak orang tua mengeluhkan celah manipulasi dalam sistem zonasi, seperti rekayasa data kartu keluarga untuk menunjukkan alamat yang lebih dekat dengan sekolah tertentu, agar anak mereka diterima di sekolah tersebut.