
Nusantara1News – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berhasil mencatat kemenangan penting dalam perjuangan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan. Empat gugatan yang diajukan KLH/BPLH atas kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berujung pada putusan pengadilan yang memenangkan negara dengan total ganti rugi melebihi Rp721 miliar, ditambah kewajiban pelaku untuk melakukan pemulihan lingkungan secara menyeluruh.
“Putusan ini menjadi bukti bahwa hukum masih bisa berpihak pada lingkungan. Ini adalah sinyal kuat bahwa pelaku usaha tidak bisa lagi mengabaikan dampak ekologis dari aktivitas mereka,” tegas Deputi Bidang Penegakan Hukum KLH/BPLH Rizal Irawan, di Jakarta, Kamis (3/7) dilansir dari laman Antara news.
Empat putusan tersebut terdiri dari dua perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), satu putusan dari Pengadilan Tinggi, dan satu dari Pengadilan Negeri. Semuanya terkait kebakaran hutan di berbagai wilayah Indonesia.
Rizal menyebut pihaknya segera mengambil langkah eksekusi hukum.
“Saya telah memerintahkan tim hukum KLH/BPLH untuk segera mengajukan permohonan eksekusi atas seluruh putusan yang telah inkracht. Kami berharap para tergugat bersikap kooperatif dalam melaksanakan putusan, baik secara sukarela maupun melalui mekanisme hukum,” ujarnya.
Empat kasus besar yang berhasil dimenangkan Kementerian Lingkungan Hidup melibatkan sejumlah perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran lahan secara masif. Salah satunya adalah PT Tiesico Cahaya Pertiwi (PT TCP), yang dijatuhi vonis oleh Pengadilan Negeri Jambi dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jambi pada 26 Juni 2025. Perusahaan tersebut dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp467,8 miliar atas kebakaran lahan seluas 3.480 hektare di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) setelah banding ditolak.
Kasus kedua menjerat PT Dinamika Graha Sarana, yang pada 16 Juni 2025 dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Kayuagung atas kebakaran lahan seluas 6.360 hektare. Perusahaan ini dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp184 juta dan melakukan pemulihan lingkungan senilai Rp1,79 triliun. Namun, KLH menilai besaran ganti rugi sangat tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan, sehingga akan menempuh upaya banding.
Selanjutnya, Mahkamah Agung pada 23 Mei 2025 menolak Peninjauan Kembali Kedua (PK II) yang diajukan oleh PT Asia Palem Lestari (PT APL). Dengan demikian, perusahaan ini tetap diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp53,7 miliar dan menanggung biaya pemulihan lingkungan senilai Rp173,7 miliar. Putusan ini juga telah inkracht.
Kasus keempat melibatkan PT Putralirik Domas (PT PD) atas kebakaran 500 hektare lahan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Pada 20 Juni 2025, Mahkamah Agung menolak PK II yang diajukan perusahaan tersebut dan memerintahkan pembayaran ganti rugi sebesar Rp199,5 miliar. Putusan ini pun telah berkekuatan hukum tetap.
Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dan kuasa hukum KLH, Dodi Kurniawan, menyebut dua perkara—yakni atas PT APL dan PT PD—sudah berkekuatan hukum tetap dan wajib dieksekusi.
“Ini adalah bentuk nyata dari komitmen negara dalam melindungi hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat,” jelas Dodi.
KLH/BPLH juga telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar seluruh putusan inkracht tersebut segera dieksekusi, sebagai bentuk penegakan hukum lingkungan yang tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga memulihkan kondisi ekosistem yang rusak.