
Nusantara1News – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan bahwa ekosistem karbon biru, terutama padang lamun, telah siap dimanfaatkan dalam skema perdagangan karbon sebagai langkah mitigasi perubahan iklim. Keberadaan padang lamun dinilai sangat penting karena kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida dan berkontribusi dalam mengurangi dampak pemanasan global.
“Ekosistem karbon biru yang sudah siap diperdagangkan di antaranya padang lamun,” ujar Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) KKP, Muhammad Yusuf, dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (10/2/2025) seperti yang dikutip dari laman Antara news.
Baca Juga : Menteri Pariwisata Ungkap Kunjungan Wisman Capai 13,9 Juta
Indonesia saat ini memiliki sekitar 1,8 juta hektare padang lamun yang tengah menjalani tahap akhir validasi pemetaan. Langkah ini bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan ekosistem tersebut dalam skema perdagangan karbon, sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan.
KKP menegaskan bahwa padang lamun memiliki kemampuan lebih besar dalam menyerap dan menyimpan emisi karbon dibandingkan dengan hutan tropis. Oleh karena itu, pemanfaatannya dalam perdagangan karbon menjadi langkah strategis dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.
Selain padang lamun, sektor perikanan juga berpotensi berkontribusi dalam skema ini, terutama melalui program penangkapan ikan terukur yang mampu mengurangi emisi karbon dari kapal perikanan.
“Tentunya tidak hanya lamun, perikanan tangkap dan budidaya yang dijalankan secara berkelanjutan juga dapat dikonversi dalam perdagangan karbon,” jelas Yusuf.
Dengan potensi yang besar, perdagangan karbon berbasis ekosistem biru diharapkan tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Sebagai bentuk dukungan, KKP telah menerbitkan Permen KP 1 Tahun 2025 sebagai regulasi penyelenggaraan nilai ekonomi karbon di sektor kelautan. Regulasi ini memungkinkan perdagangan karbon dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari kementerian, pemerintah daerah, pelaku usaha, hingga masyarakat.
Dalam implementasi nilai ekonomi karbon, terdapat dua mekanisme utama yang dapat diterapkan, yaitu melalui skema perdagangan langsung serta pembayaran berbasis kinerja.
Baca Juga : Program Mudik Gratis Nataru 2024/2025: Respons Positif, Tantangan Kepadatan dan Keselamatan Transportasi
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki ekosistem lamun seluas 1,8 juta hektare dengan kemampuan menyerap sekitar 790 juta ton karbon dioksida (CO2), yang jika dikonversikan ke nilai ekonomi mencapai sekitar 35 miliar dolar AS.
Di sisi lain, ekosistem mangrove di Indonesia yang mencakup 3,36 juta hektare mampu menyerap hingga 11 miliar ton CO2 dengan potensi nilai ekonomi sebesar 66 miliar dolar AS.
Sebagai langkah strategis dalam mitigasi serta adaptasi terhadap perubahan iklim, pemerintah menargetkan perluasan kawasan konservasi laut hingga 30 persen pada tahun 2045.
Lebih lanjut, kebijakan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil juga akan diperkuat, termasuk penetapan kawasan konservasi karbon biru dan zona khusus untuk pengelolaan ekosistem pesisir guna menjaga keberlanjutan lingkungan.
Melalui langkah-langkah strategis ini, diharapkan Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam perdagangan karbon berbasis ekosistem biru sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan bagi generasi mendatang.