breaking news
Home » Kementrian Lingkungan Hidup Bangun Fondasi Kokoh untuk Karbon Indonesia Go Global

Kementrian Lingkungan Hidup Bangun Fondasi Kokoh untuk Karbon Indonesia Go Global

Bagikan :

Apa itu pasar karbon? Solusi inovatif untuk perubahan iklim (sumber gambar : solum.id)

Nusantara1News – Pemerintah Indonesia tengah memperkuat posisi dalam perdagangan karbon dunia dengan menjajaki kerja sama pengakuan standar karbon internasional. Melalui skema Mutual Recognition Arrangement (MRA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuka jalan agar proyek-proyek karbon dalam negeri bisa diakui secara global.

Baca Juga : Pemkab Rohil Terima Bantuan Pembangunan Labkesda Dari Kementerian Kesehatan

Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, mengungkapkan bahwa Indonesia sudah menjalin komunikasi intensif dengan sejumlah lembaga seperti Verra, Gold Standard, Puro Earth, dan Plan Vivo.

“Dengan Gold Standard kita sudah berkomunikasi intensif, targetnya, MRA dengan Gold Standard bisa ditandatangani sekitar Mei atau Juni. Dengan Verra, draft (MRA) sudah kami terima, sekarang sedang dikaji tim kami,” ujar Diaz seperti yang dikutip dari laman Media Indonesia.

Langkah ini tidak hanya memperbesar peluang perdagangan karbon Indonesia di pasar internasional, tapi juga memperkuat sisi pasokan dari dalam negeri. KLHK tengah menyiapkan berbagai proyek sebagai sumber kredit karbon, mulai dari biochar, limbah sawit (POME), hingga proyek BUMN seperti Pertamina NRE.

Meski menggandeng mitra internasional, Diaz menegaskan bahwa Indonesia tetap memegang prinsip nasional yang tidak bisa ditawar. “Seluruh proyek karbon wajib terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI), mendukung pencapaian National Determined Contribution (NDC) Indonesia melalui mekanisme buffer, dan transaksi pertama dilakukan di Indonesia agar dapat dicatatkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” tegasnya.

Sementara itu, Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) juga bersiap naik kelas. Menurut Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Jeffrey Hendrik, pihaknya tengah menjajaki keanggotaan dengan Verra dan Gold Standard, serta memperkuat infrastruktur teknologi untuk integrasi sistem. “Koneksi dengan registri internasional bukan masalah. Di dalam negeri, IDXCarbon sudah terkoneksi secara otomatis dengan SRN-PPI dan APPLE-Gatrik milik Kementerian ESDM,” ujarnya.

Sejak diluncurkan pada September 2023, IDXCarbon mencatatkan performa positif. Hingga April 2025, nilai transaksi hampir menyentuh Rp80 miliar dengan volume 1,6 juta ton CO2. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyebut capaian ini jauh melampaui bursa karbon negara tetangga. “Volume transaksi karbon delapan kali lebih besar dibandingkan Malaysia dan dua kali lipat lebih tinggi dari Jepang,” ungkapnya.

Baca Juga : Pemkab Rohil Terima Bantuan Pembangunan Labkesda Dari Kementerian Kesehatan

Meski sudah mulai dilirik oleh pemilik proyek dari luar negeri, Iman menyatakan bahwa fokus utama masih pada memperluas akses perdagangan karbon lokal ke audiens global. “Bursa karbon Indonesia cukup menarik sehingga kami sudah, bahkan mendapatkan permintaan dari pemilik-pemilik proyek dari luar Indonesia yang ingin mendaftarkan karbon kreditnya di IDXCarbon. Namun, fokus kami saat ini adalah membuka perdagangan unit karbon Indonesia kepada audiens internasional selebar-lebarnya,” ujarnya.

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, melihat potensi besar ekonomi karbon dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. “Kita sedang menggarap UU EBT, yang mengandung nilai ekonomi karbon dari Carbon Capture and Storage (CCS) dan pemanfaatan energi baru terbarukan. Setelah itu kita akan masuk revisi UU Migas yang mencakup aspek karbon yang bisa diperdagangkan seperti CCS,” jelas Eddy. Ia menyebut, dorongan dari sektor-sektor baru ini bisa mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen.

Selaras dengan itu, CarboNEX 2025 hadir sebagai ajang kolaboratif yang mempertemukan pemangku kebijakan, pelaku usaha, penyedia teknologi, dan masyarakat umum. Acara ini digelar oleh startup pengembang proyek karbon, TruCarbon, di Bursa Efek Indonesia.

CEO TruCarbon, Debby Reynata, menegaskan pentingnya sinergi dalam mengatasi perubahan iklim. “CarboNEX bukan sekadar acara hore, tetapi ajakan untuk bergerak bersama karena perubahan iklim adalah tantangan kolektif sehingga solusinya perlu kolaboratif,” ucap Debby.

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *