
Nusantara1News – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memanfaatkan momentum Konferensi Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-3 (UNOC) yang berlangsung di Nice, Prancis, pada 9–13 Juni 2025, untuk memperkenalkan potensi rumput laut Indonesia di tingkat global.
Baca Juga : Presiden Prabowo Beri Amnesti untuk Puluhan Ribu Narapidana
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, mengungkapkan bahwa rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, yang kini menyumbang sekitar 38 persen terhadap total produksi dunia. “Mayoritas budidaya dilakukan oleh masyarakat pesisir skala kecil dengan metode tradisional,” jelas Tebe dalam rilis resmi KKP, Minggu (15/6) dikutip dari Kkp.go.id.
Pada forum UNOC 2025, Indonesia ikut ambil bagian dalam diskusi bertema Advancing Blue Industry for Sustainable Development yang diprakarsai oleh UNIDO. Dalam rangka memperluas jejaring kerja sama, delegasi Indonesia juga mengadakan pertemuan bilateral dengan UN Task Force on Seaweed (UNTFS) untuk mendorong pengembangan rumput laut berkelanjutan secara internasional.
Tebe menekankan bahwa rumput laut memiliki nilai strategis dalam agenda Ekonomi Biru nasional, tidak hanya sebagai penggerak ekonomi masyarakat pesisir, tetapi juga sebagai solusi atas isu ketahanan pangan, perubahan iklim, hingga pengelolaan ekosistem laut secara berkelanjutan. Berdasarkan data dari Future Market Insights, nilai pasar global rumput laut diperkirakan mencapai USD 9,4 miliar pada 2025 dan berpotensi tumbuh hingga USD 23,9 miliar di tahun 2035.
Meski begitu, pemanfaatan lahan potensial budidaya rumput laut di Indonesia baru mencapai sekitar 11,65 persen. Menyikapi hal ini, KKP membangun proyek percontohan budidaya di sejumlah wilayah seperti Wakatobi, Rote Ndao, dan Maluku Tenggara. Langkah ini dibarengi dengan upaya revitalisasi kampung budidaya dan pengembangan bibit kultur jaringan.
Sepanjang 2024, produksi rumput laut Indonesia tercatat sebesar 10,80 juta ton, naik 10,82 persen dibanding tahun sebelumnya. Jenis yang paling dominan adalah Kappaphycus alvarezii, diikuti Gracilaria spp dan Eucheuma spinosum.
KKP juga telah menyiapkan strategi penguatan produksi untuk mendukung ekspor dan ketahanan pangan nasional, antara lain melalui pengembangan sistem budidaya modern, pembentukan sentra produksi unggulan, laboratorium bibit, serta perluasan budidaya cottonii di wilayah timur Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia menjajaki potensi kemitraan global bersama UNTFS untuk mengembangkan jenis rumput laut baru di luar varietas yang umum dibudidayakan. Sebagai negara maritim dengan keanekaragaman hayati tinggi dan garis pantai luas, Indonesia dinilai layak memimpin pembentukan Seaweed Innovation Center kawasan Asia Tenggara di bawah naungan UNTFS.
Indonesia juga didorong untuk ikut serta dalam penyusunan standar budidaya rumput laut berkelanjutan skala global melalui pedoman UNTFS, yang mencakup aspek biosekuriti dan mutu produk demi menunjang daya saing ekspor.
Baca Juga : Presiden Prabowo Beri Amnesti untuk Puluhan Ribu Narapidana
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya menegaskan bahwa rumput laut memiliki peran penting bagi masa depan, tidak hanya sebagai pangan alternatif dan bahan baku farmasi serta kosmetik, tetapi juga sebagai pengganti plastik yang ramah lingkungan dan penyerap karbon alami.