breaking news
Home » Harga Nikel Pecah Rekor Tembus US$19.300

Harga Nikel Pecah Rekor Tembus US$19.300

Bagikan :

Bijih Besi (REUTERS/Beawiharta)

Jakarta, Nusantara1News – Harga nikel mengalami penguatan menembus level psikologis US$19.000. Penguatan ini terjadi seiring dengan risiko terbatasnya pasokan akibat penundaan persetujuan kuota pertambangan Indonesia dan larangan penggunaan produk logam Rusia.

Menurut data dari London Metal Exchange (LME), pada perdagangan Jumat (19/04/2024), harga nikel kontrak 3 bulan ditutup melesat 4,1% menjadi US$ 19.326 per ton atau atau sekitar Rp 314.047.500 (kurs US$1=Rp 16.250).

Dalam sepekan, harga nikel menguat 8,29%. Kenaikan ini menjadikan tren positif harga nikel sepanjang 2024 dengan penguatan 16,4% membawa ke level tertinggi sepanjang tahun

Melansir S&P Commodity Insights, lonjakan harga nikel disebabkan oleh kekhawatiran pasokan. Kekhawatiran pasokan disebabkan oleh proses persetujuan kuota pertambangan Indonesia terhambat.

Penguatan pasar nikel Asia juga didukung oleh ketatnya pasokan pasokan MHP (mixed hydroxide precipitate) dan nikel sulfat pada kuartal pertama, ditambah dengan sentimen bullish di tengah kekhawatiran atas penundaan persetujuan kuota pertambangan Indonesia.

Secara keseluruhan, pasar nikel yang kuat di kuartal I-2024 mendukung produk lain dalam rantai nilai, termasuk nikel pig iron, sulfat nikel, dan harga MHP.

Indonesia, produsen nikel terbesar di dunia, mengalami keterlambatan dalam persetujuan pertambangan awal tahun ini – yang mengakibatkan kekhawatiran pasokan dan lonjakan harga. Negara itu telah memperpanjang masa berlaku rencana pertambangan menjadi tiga tahun dari satu tahun, yang mengurangi frekuensi pengajuan kembali kuota tetapi memperlambat waktu persetujuan dan memperlambat persetujuan izin.

Meski demikian, harga nikel diperkirakan akan melemah seiring dengan pasokan bijih nikel akan bertambah secara bertahap di kuartal II-2024 seiring dengan peningkatan persetujuan kuota pertambangan Indonesia dan pengiriman dari Filipina yang pulih setelah musim monsun, yang juga dapat menekan harga nikel ke bawah.

“Kami mengharapkan pasar nikel primer global tetap surplus pada tahun 2024 sebesar 128.000 ton dengan harapan bahwa tekanan ke bawah pada produksi nikel primer Indonesia akan mereda seiring dengan lebih banyak kuota yang disetujui,” kata Jason Sappor, analis senior riset logam dan pertambangan yang dikutip dari S&P Global Commodity Insights.

Dalam jangka pendek, pelaku pasar mengharapkan kondisi cuaca buruk dan kekurangan tenaga kerja dan peralatan yang akan mendorong kenaikan harga. Selain itu, libur panjang di Indonesia dan Filipina akan terus mempengaruhi operasi pertambangan, serta produk nikel kelas II seperti NPI dan sulfat nikel.

Sementara itu, kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang melemahnya impor bijih nikel China, yang turun 22,5% secara tahunan pada Januari-Februari, mencerminkan ketidakpastian seputar kebijakan Indonesia dan perannya sebagai pemasok utama.

Tidak hanya itu, kenaikan harga juga disebabkan larangan impor logam yang diproduksi oleh Rusia. Larangan tersebut diantaranya adalah komoditas aluminium, tembaga, dan nikel.

Melansir Reuters, sanksi tersebut ditujukan untuk meminimalkan pendapatan ekspor Rusia di tengah perang yang sedang berlangsung di Ukraina dan juga mengurangi risiko gangguan pasar. Akibatnya, stok logam Rusia yang ada di bursa global dikucilkan akibat kebijakan baru ini. Produk logam Rusia yang tidak lagi diperdagangkan masih dapat ditarik dari gudang.

Hal ini akan berpengaruh signifikan untuk bagi LME karena 40% stok logam yang tersedia adalah buatan Rusia. Pangsa stok aluminium asal Rusia yang tersedia di gudang yang terdaftar di LME mencapai 91% pada Maret, sedangkan proporsi tembaga mencapai 62%. Nikel Rusia di gudang LME berjumlah 36% dari total volume.

Rusia adalah produsen logam utama. Pangsanya dalam produksi global adalah 5% aluminium, 6% nikel olahan, dan 4% tembaga. Para pejabat AS dan Inggris berharap sanksi terbaru ini akan meningkatkan diskon perdagangan logam Rusia di luar bursa.

Pasokan logam Rusia ke Inggris telah berkurang karena Inggris melarang impor pada 2023. Pasokan ke Amerika Serikat juga sangat kecil karena Washington memberlakukan tarif tinggi terhadap impor logam Rusia pada tahun lalu.

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *