breaking news
Home » Dorong Reformasi Tata Kelola Laut untuk Nelayan Kecil

Dorong Reformasi Tata Kelola Laut untuk Nelayan Kecil

Bagikan :

Tata Kelola Laut Inklusif Demi Kesejahteraan Nelayan Kecil. ( sumber Mongabay.co.id )

Nusantara1News – Pemerintah dinilai perlu melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem pengelolaan laut agar lebih berpihak pada kelompok nelayan kecil dan tradisional. Tanpa langkah ini, harapan meningkatkan taraf hidup mereka akan sulit tercapai, bahkan dikhawatirkan justru akan menimbulkan berbagai persoalan baru Kamis (10/4) dikutip dari Mongabay.co.id.

Baca Juga : Kemenkes Lakukan Evaluasi Rutin, Pastikan Layanan Cek Kesehatan Gratis Efektif

Gridanya Mega Laidha, Manajer Program di Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), mengungkapkan bahwa sebagai negara maritim dengan wilayah laut yang luas, Indonesia menghadapi banyak tantangan seperti pencemaran, rusaknya ekosistem, penggusuran masyarakat pesisir, hingga perampasan ruang laut.

Menurutnya, distribusi manfaat dari sektor kelautan belum merata, terutama bagi kelompok marjinal dan perempuan. “Hal ini menunjukkan bahwa prinsip keadilan biru belum benar-benar menjadi landasan dalam pembangunan kelautan dan pulau-pulau kecil,” jelas Mega.

Minimnya koordinasi lintas sektor dan lemahnya akuntabilitas turut memperburuk situasi. Meski nama nelayan kecil kerap disebut dalam wacana kebijakan, kenyataannya mereka nyaris tak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

Nelayan perempuan pun menghadapi tantangan serupa. Mereka sering kali mengalami diskriminasi sistemik di berbagai level, sehingga menanggung beban yang tidak seimbang dalam aktivitas perikanan.

Mega menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat sangat penting untuk memastikan kebijakan berjalan efektif dan berkelanjutan. Ia juga menekankan pentingnya memasukkan prinsip keadilan rekognisional, prosedural, dan distribusional dalam setiap kebijakan kelautan.

Dampak perubahan iklim dan ketimpangan sosial ekonomi juga menjadi tantangan besar. Kondisi ini semakin menyulitkan nelayan kecil untuk memanfaatkan sumber daya laut secara optimal.

“Penerapan tata kelola laut yang inklusif dan adil menjadi fondasi utama untuk membangun sektor kelautan yang berkelanjutan. Jika suara masyarakat pesisir diabaikan, inisiatif seperti kawasan konservasi, ekonomi biru, hingga program karbon biru berisiko mendapat penolakan,” ujarnya.

Arah Strategis Menuju Keadilan Ekonomi Biru
Konsep keadilan ekonomi biru diyakini mampu menjawab ketimpangan tata kelola kelautan. Menurut Mega, langkah itu harus dimulai dengan pengakuan atas keberadaan dan peran nelayan kecil, perempuan, serta masyarakat adat.

Selanjutnya, penting adanya prosedur yang transparan, berbasis informasi, serta persetujuan bebas dari masyarakat terdampak. Akses terhadap informasi yang jelas, partisipasi publik yang inklusif, serta mekanisme pengaduan yang adil juga menjadi faktor penentu.

Aspek distribusi manfaat juga harus diperhatikan, mencakup akses pasar, sarana prasarana, perlindungan sosial seperti asuransi, kepastian harga dan usaha, serta dukungan pengembangan ekonomi berbasis masyarakat. Keseimbangan antara aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial juga sangat diperlukan dalam konteks perubahan iklim dan pertumbuhan ekonomi biru.

Gayatri Reksodiharjo, Direktur Eksekutif Yayasan LINI, menambahkan bahwa tantangan utama nelayan kecil adalah keterbatasan informasi, teknologi, jaminan kesehatan, keselamatan, dan akses ke lembaga keuangan. Masalah lain mencakup kepatuhan administrasi kapal dan keberlanjutan rantai pasok.

LINI telah mendorong nelayan untuk menyelesaikan masalah administrasi melalui pembuatan kartu Kusuka dan e-BKP, serta membentuk kelompok nelayan dan perempuan. Organisasi ini juga mendukung penguatan kelompok pengawas masyarakat (Pokmaswas) dan penetapan aturan buka tutup wilayah tangkap.

Pelatihan keselamatan di laut, penyelaman aman, metode tangkap ramah lingkungan, serta penanganan pasca panen juga diberikan untuk meningkatkan kapasitas nelayan.

Kolaborasi dan Perlindungan Jangka Panjang
Faridz Fachri dari Yayasan Pesisir Lestari menyampaikan bahwa program perbaikan perikanan gurita di Sulawesi telah menunjukkan dampak positif. Mayoritas nelayan kini menyadari hak dasar mereka, termasuk kebebasan berserikat dan hak atas hasil tangkapan. Namun, masih ada kekurangan dalam pemahaman soal pengaduan, pendaftaran kapal, serta jaminan sosial.

Ia menegaskan pentingnya kemitraan antara kelompok nelayan dan pemerintah untuk memperkuat perlindungan dan pemberdayaan.

Lili Widodo dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa pemerintah terus mengembangkan program perlindungan sosial bagi nelayan kecil melalui perluasan kawasan konservasi laut, pengaturan penangkapan ikan berbasis kuota, serta budidaya perikanan berkelanjutan di laut, pesisir, dan darat.

Upaya lain termasuk pengawasan wilayah pesisir dan pulau kecil serta pengurangan sampah plastik laut melalui gerakan partisipatif nelayan. Namun, tantangan seperti pekerjaan berisiko tinggi, keterbatasan akses program, dan kompetisi dengan kapal besar masih menghantui kesejahteraan nelayan kecil.

“Penting untuk memastikan adanya kebijakan jaminan sosial yang kuat guna mendukung keberlangsungan dan kesejahteraan sektor perikanan skala kecil,” katanya.

Baca Juga : Kemenkes Lakukan Evaluasi Rutin, Pastikan Layanan Cek Kesehatan Gratis Efektif

Adjie Dharmastya dari Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) menambahkan bahwa skema sertifikasi fair trade turut berperan dalam mendorong praktik perikanan yang adil dan berkelanjutan. Proses ini mencakup pemenuhan standar seperti pemberdayaan, perlindungan hak pekerja, keamanan kerja, serta sistem manajemen yang akuntabel.

MDPI juga memfasilitasi pendampingan terhadap nelayan dalam memahami hak mereka, mulai dari hak bersuara hingga penggunaan dana premium. Organisasi ini turut menjalankan peran audit dalam proses sertifikasi dan perbaikan praktik perikanan.

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *