
Nusantara1News – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa salju abadi di Puncak Pegunungan Jayawijaya akan sepenuhnya mencair pada tahun 2026. Fenomena ini terjadi sebagai dampak dari perubahan iklim yang terus berlanjut.
Baca Juga : Kementan, Kemen PU, dan TNI Perkuat Irigasi untuk Dukung Swasembada Pangan
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa pencairan es tidak hanya terjadi di Jayawijaya, tetapi juga di Pegunungan Himalaya, yang membentang di beberapa negara seperti Pakistan, Bhutan, India, Nepal, dan China. Kawasan ini merupakan rumah bagi Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia.
Ia menjelaskan bahwa perubahan iklim saat ini dipicu oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca, salah satunya akibat deforestasi. Ketika hutan ditebang secara masif, karbon dioksida yang terlepas ke atmosfer meningkat, menyebabkan suhu udara naik dan mempercepat pencairan es.
“Riset yang dilakukan Tim Klimatologi BMKG memperkirakan bahwa pada tahun 2026, es ini kemungkinan besar sudah punah,” ujar Dwikorita seperti yang di kutip dari laman CNBC Indonesia pada Sabtu (29/3/2025).
BMKG telah memantau pencairan es abadi di Puncak Jayawijaya sejak tahun 2010 bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia. Salah satu metode pemantauan yang digunakan adalah pemasangan stake, yaitu potongan pipa yang disambung dengan tali dan dipantau secara berkala.
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pada tahun 2010, ketebalan es mencapai 32 meter. Namun, pada periode November 2015 hingga Mei 2016, ketebalan tersebut menyusut drastis menjadi hanya 5,6 meter. Beberapa potongan pipa bahkan sudah tampak di permukaan, menandakan berkurangnya luas dan ketebalan es secara signifikan.
Antara tahun 2010 hingga 2017, pemantauan dilakukan langsung hingga ke Puncak Sudirman. Namun, sejak 2017, pemantauan hanya bisa dilakukan secara visual dari udara menggunakan metode flyover.
Pada periode 11-15 November 2024, BMKG kembali melakukan pemantauan terhadap gletser di Puncak Sudirman. Hasilnya menunjukkan bahwa luas es menyusut drastis, dari 0,23 kilometer persegi pada 2022 menjadi hanya 0,11-0,16 kilometer persegi pada 2024.
Baca Juga : Gotong royong TNI bersama warga perbatasan RI-Malaysia
Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin salju abadi di Jayawijaya akan benar-benar hilang dalam waktu dekat. Hal ini menjadi peringatan serius akan dampak nyata perubahan iklim dan pentingnya langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.