
Nusantara1News – Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) mengungkapkan bahwa masyarakat cenderung memiliki pandangan negatif terhadap layanan pinjaman online. Hal ini disebabkan oleh dominasi perusahaan pembiayaan ilegal yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan yang berizin resmi.
Baca Juga : Kampus Beberkan Keadaan Gaji Dosen RI, Bisa di Bawah Rp 2 Juta!
Ketua Umum AFSI, Ronald Y Wijaya, menjelaskan bahwa berdasarkan data Satgas Pasti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga saat ini sudah ada 8.500 platform pinjaman online ilegal yang ditutup. Sementara itu, jumlah penyedia layanan resmi yang terdaftar hanya mencapai 97 perusahaan.
“Secara rasio, tidak mengherankan jika masyarakat lebih akrab dengan pinjol ilegal dibandingkan layanan yang resmi,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (12/3) seperti di kutip dari CNBC Indonesia.
Pentingnya Edukasi Finansial bagi Masyarakat
AFSI berkomitmen untuk terus meningkatkan literasi keuangan di tengah masyarakat meskipun prosesnya membutuhkan waktu. Menurut Ronald, diperlukan strategi khusus dalam menyosialisasikan edukasi ini, terutama bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah yang seringkali mengajukan pinjaman tanpa mempertimbangkan risikonya.
“Kita perlu mengevaluasi sejauh mana edukasi ini sudah menjangkau masyarakat. Apakah hanya menyasar mereka yang sudah memiliki pemahaman finansial yang baik? Padahal, sebagian besar orang hanya tahu bahwa dengan mengunduh aplikasi, mereka bisa mendapatkan dana dengan cepat,” jelasnya.
Momen yang Tepat untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Baca Juga : Pemerintah RI Mau Batasi Anak Main Medsos
Lebih lanjut, Ronald menilai bahwa edukasi mengenai pembiayaan daring harus dimanfaatkan secara maksimal pasca-pandemi Covid-19. Ini merupakan momen yang tepat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar mereka dapat memilih layanan yang legal serta menggunakan dana pinjaman secara bijak dan produktif.