
Nusantara1News – Topik mengenai Quick Response Indonesian Standard (QRIS) mencuat dalam pembahasan perdagangan antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat.
Sebagaimana negara berkembang lainnya, Indonesia tengah mendorong kedaulatan di sektor ekonomi digital. Melalui kebijakan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), pemerintah berupaya memperkuat sistem pembayaran dalam negeri, mengurangi dominasi perusahaan asing, serta menjaga agar data transaksi tetap berada di wilayah yurisdiksi nasional.
Baca Juga : Kemenkes Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan Lewat Quick Win RSUD
Namun demikian, Amerika Serikat, yang memiliki kepentingan besar lewat perusahaan teknologi dan keuangan globalnya, menekankan pentingnya keterbukaan pasar dan persaingan yang sehat. Mereka menganggap pendekatan Indonesia mengarah pada proteksionisme digital yang dinilai bisa membatasi inovasi dan menghambat arus perdagangan.
Kebijakan terkait QRIS dan GPN dinilai berpotensi menyulitkan perusahaan asing seperti Visa dan Mastercard untuk mengakses pasar Indonesia secara penuh. Pandangan ini memunculkan kekhawatiran mengenai pembatasan pasar yang dianggap bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas.
Menanggapi perhatian tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyampaikan bahwa isu tersebut telah ditindaklanjuti bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait sistem pembayaran yang menjadi sorotan dari pihak Amerika,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Sabtu (19/4) dikutip dari Metrotvnews..
Baca Juga : Kemenkes Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan Lewat Quick Win RSUD
Walau menuai kritik, QRIS tetap menjadi bagian dari agenda strategis nasional untuk meningkatkan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.