Nusantara1News – Rencana Menteri Ketenagakerjaan Yassierli untuk mengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja mulai terlihat. Ia menyebut bahwa selain pengaturan soal pengupahan, ada sejumlah poin penting lain yang akan dimasukkan ke dalam undang-undang baru tersebut.
Ketika ditanya apakah langkah ini berhubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Yassierli membenarkannya. Menurutnya, sejumlah poin, termasuk ketentuan upah minimum, menjadi perhatian setelah digugat, sehingga pemerintah merasa perlu melakukan penyesuaian melalui undang-undang baru.
“Kalau hanya upah minimum nggak, kita punya sekian banyak PR regulasi yang dibatalkan MK dan itu kalau kita gabung itu nanti sebenarnya mengarah ke UU Ketenagakerjaan yang baru,” ungkap Yassierli saat jumpa pers di kantor Kemnaker, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Baca Juga : Menlu Sugiono Dorong Indonesia Bergabung dengan BRICS
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah mengeluarkan putusan penting terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang diajukan oleh kalangan buruh. Dalam putusannya, MK mengabulkan pengujian terhadap 21 pasal, termasuk yang mengatur tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), outsourcing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan pengupahan.
Selain itu, MK juga memberikan keputusan signifikan atas uji materi Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. MK menegaskan bahwa pelaut Indonesia memiliki hak atas perlindungan khusus yang sesuai dengan standar internasional. Hal ini mencakup ketentuan dalam Maritime Labour Convention 2006 (MLC 2006) yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016, serta Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Hak-Hak Pekerja Migran (ICRMW) yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012. Keputusan ini memperkuat perlindungan hukum bagi para pekerja migran, khususnya pelaut.
Putusan ini menjadi langkah penting dalam memberikan jaminan kepastian hukum, sosial, dan ekonomi bagi pekerja migran Indonesia. Perlindungan tersebut tidak hanya berlaku selama masa kerja mereka di luar negeri, tetapi juga ketika mereka kembali ke tanah air. Dengan adanya keputusan ini, hak-hak pekerja migran semakin diperkuat sesuai standar internasional.
Baca Juga : Kebaya Indonesia Diajukan ke UNESCO, Fokus Pengakuan Gobal
Selain itu, keputusan MK ini juga memberikan kejelasan bagi perusahaan penempatan awak kapal migran. Perusahaan diwajibkan untuk mematuhi ketentuan perizinan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022. Hal ini termasuk kepemilikan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dan Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI), yang menjadi syarat utama dalam operasional perusahaan penempatan tenaga kerja migran.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri mengungkapkan rencana kementeriannya untuk merevisi Undang Undang Cipta Kerja dilakukan tahun depan.