breaking news
Home » Penerapan Tarif PPN 12% akan ditunda

Penerapan Tarif PPN 12% akan ditunda

Bagikan :

Illlustrasi Sumber foto: flazztax.com

Nusantara1News – Pemerintah dikabarkan akan menunda rencana penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%, yang sebelumnya dijadwalkan mulai berlaku pada Januari 2025. Langkah ini memicu respons dari sejumlah pihak, termasuk ekonom, yang menyebut kebijakan tersebut terkesan “maju mundur” dan tidak konsisten.

Ekonom menilai penundaan ini bisa menjadi indikasi pemerintah masih berhati-hati dalam merespons situasi ekonomi global dan domestik yang tidak pasti, termasuk ancaman perlambatan ekonomi dan daya beli masyarakat. Di sisi lain, penundaan juga memunculkan kekhawatiran tentang kejelasan arah kebijakan pajak ke depan.

Baca Juga : Menhut dan Polri bekerja sama berantas bisnis ilegal di kawasan hutan

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah pada dasarnya masih ingin terapkan PPN 12% dan berharap ada kenaikan pendapatan pajak untuk bayar utang dan program prioritas Prabowo. Namun kondisi daya beli sedang berat, sehingga keputusan harus diambil cepat. Misalnya lewat PP untuk batalkan kenaikan tarif 12% atau bahkan turun ke 8-9%.

“Secara politis muncul kekhawatiran bahwa 100 hari prabowo akan dirundung kekecewaan publik karena pajak makin berat. Akhirnya tidak jelas, maju mundur. Ini makin lama bingung imbasnya bisa ke kepastian dunia usaha,” kata Bhima, Kamis (28/11/2024).

“Bahkan saya perkirakan akan terjadi pre-emptives inflation atau naiknya harga barang mendahului implementasi tarif ppn yang baru,” imbuh Bhima.

Berdasarkan temuan CELIOS, PPN 12% berisiko menurunkan PDB hingga Rp 65,3 triliun, mengurangi jumlah konsumsi rumah tangga sebesar Rp 40,68 triliun. Artinya, PPN 12% mengancam pertumbuhan ekonomi 2025. Namun jika Pemerintah menurunkan tarif PPN menjadi 8% untuk menstimulus perekonomian, maka PDB bisa naik Rp 133,65 triliun.

Baca Juga : Pupuk Langsung Ke Petani, Prabowo Beri Kabar Gembira untuk Petani Indonesia

“Daripada menaikkan PPN, Pemerintah masih memiliki alternatif penerimaan negara lainnya yang tidak membebani masyarakat miskin, seperti pajak kekayaan (wealth tax), pajak produksi batu bara, pajak windfall komoditas, pajak karbon, pajak minuman berpemanis,” mengutip riset CELIOS.

Tarif PPN 12% merupakan bagian dari reformasi perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara. Saat ini, tarif PPN yang berlaku adalah 11%, yang mulai diterapkan sejak April 2022.

Pengamat juga menekankan pentingnya komunikasi yang konsisten dan transparan dari pemerintah agar kebijakan ini tidak menimbulkan ketidakpastian di kalangan pelaku usaha maupun masyarakat. Jika tidak dikelola dengan baik, ketidakpastian ini dapat memengaruhi iklim investasi dan stabilitas ekonomi jangka panjang.

Sumber: lipunan6.com

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *