breaking news
Home » Maskapai Murah Amerika Serikat Bangrut

Maskapai Murah Amerika Serikat Bangrut

Bagikan :

Foto: REUTERS/Mike Blake

Nusantara1News – Maskapai Spirit Airlines mendapat perhatian yang campur aduk; dihargai karena tarifnya yang murah, namun juga dikritik karena pelayanan yang kurang memadai. Meskipun demikian, daya tariknya bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah tetap kuat. Kebangkrutannya bisa menjadi kesempatan bagi pelancong, investor, dan regulator untuk memperoleh wawasan baru mengenai ekonomi industri penerbangan.

Mengutip laporan dari The Wall Street Journal pekan ini, maskapai yang berbasis di Florida ini mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan Bab 11 Kode Kepailitan AS. Spirit Airlines belum mencatatkan laba sejak tahun 2019.

Baca Juga : Pesawat Ditembaki Gangster, Hiti Tutup Bandara

Kepailitan adalah langkah umum untuk membantu maskapai yang kesulitan keuangan merestrukturisasi utang mereka dan mengurangi beban. Langkah serupa sebelumnya diambil oleh maskapai besar AS lainnya seperti United Airlines dan Delta Air Lines pada awal 2000-an, serta American Airlines pada tahun 2011.

Proses kebangkrutan ini juga mengakibatkan saham Spirit Airlines akan dihapuskan dari Bursa Efek New York (NYSE). Para pemegang obligasi perusahaan telah sepakat untuk menukar utang sebesar 800 juta dolar AS dengan ekuitas senilai 350 juta dolar AS dalam bentuk saham baru.

Namun, Spirit Airlines diprediksi akan mengecil sebagai maskapai, dengan target pengurangan biaya tahunan mencapai 80 juta dolar AS.

Bagi banyak warga Amerika, kebangkrutan ini menyisakan perasaan campur aduk. Saat Ben Baldanza, mantan eksekutif US Airways, mengambil alih Spirit pada tahun 2006, ia mencoba meniru model maskapai Irlandia, Ryanair, dengan menawarkan tarif rendah hanya untuk kursi, sementara layanan lainnya, termasuk tas jinjing, dikenakan biaya tambahan.

Sejak saat itu, fenomena “efek Spirit” telah menekan harga tiket maskapai di seluruh AS. Sebuah studi terbaru oleh Brad Shrago dari Departemen Transportasi mengungkapkan bahwa Spirit, bersama dengan Frontier Airlines dan Allegiant Air, telah memaksa maskapai besar untuk memangkas tarif terendah mereka ketika memasuki rute baru.

Baca Juga : KORUT Uji Coba Hwasong-19, Rudal Terkuat Sepanjang Masa

Namun, Spirit dan Frontier tidak selalu disukai. Dalam Indeks Kepuasan Pelanggan Amerika terbaru, peringkat mereka bahkan lebih rendah daripada perusahaan penyedia layanan internet. Keterlambatan dan pembatalan penerbangan sering menjadi penyebab keluhan, selain ketidakpuasan terkait biaya tambahan untuk layanan seperti pemilihan kursi dan tas jinjing, meskipun harga tiket tetap lebih murah dibandingkan maskapai lain.

Sejak pandemi, pelancong semakin bersedia membayar lebih untuk kenyamanan tambahan, seperti kursi dengan ruang kaki lebih lebar. Spirit pun merespons dengan menawarkan berbagai pilihan kursi, Wi-Fi, dan penutupan kursi tengah.

The Wall Street Journal mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan kemerosotan Spirit. Salah satunya adalah bahwa strategi harga rendah tidak dapat menciptakan pendapatan yang berkelanjutan. Hanya dengan diferensiasi jaringan dan penawaran nilai tambah yang dapat diandalkan dalam jangka panjang.

Baca Juga : Erdogan Berharap Trump Minta Israel Setop Perang di Gaza-Lebanon

Pelajaran lainnya adalah bahwa posisi pasar sangat dinamis dan dapat berubah dengan cepat, meskipun maskapai memiliki keunggulan kompetitif. Gelombang konsolidasi di industri penerbangan AS pada pertengahan 2010-an memungkinkan maskapai untuk merasionalisasi jadwal penerbangan dan membuat kemitraan menguntungkan dengan berbagai pihak, seperti penyedia kartu kredit untuk penawaran diskon. Namun, kerja sama ini ternyata tidak memberikan mereka kekuatan dominan di pasar seperti yang diharapkan.

Sumber : cnbcindonesia

Editor : Nusantara1News


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *